Kedatangan
pengaruh Islam ke Pulau Papua, yaitu ke daerah Fakfak Papua Barat tidak
terpisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang antara pusat pelayaran
internasional di Malaka, Jawa dan Maluku. Sebelum membahas proses masuknya
Islam di daerah ini terlebih dahulu akan dibahas proses masuknya agama Islam di
Maluku, Ternate, Tidore serta pulau Banda dan Seram karena dari sini Islam memasuki
kepulauan Raja Ampat di Sorong, dan Semenajung Onin di Kabupaten Fakfak (Onim,
2006:75).
Sejarah
masuknya Islam di wilayah Maluku dan Papua dapat ditelusuri dari berbagai
sumber baik sumber lisan dari masyarakat pribumi maupun sumber
tertulis. Menurut tradisi lisan setempat, pada abad kedua Hijriah atau
abad kedelapan Masehi, telah tiba di kepulauan Maluku (Utara) empat orang Syekh
dari Irak. Kedatangan mereka dikaitkan dengan pergolakan politik di Irak,
dimana golongan Syiah dikejar-kejar oleh penguasa, baik Bani Umayah maupun
golongan Bani Abasyiah. Keempat orang asing membawa faham Syiah. Mereka adalah
Syekh Mansyur, Syekh Yakub, Syekh Amin dan Syekh Umar. Syekh Umar menyiarkan
agama Islam di Ternate dan Halmahera muka. Syekh Yakub menyiarkan agama Islam
di Tidore dan Makian. Ia meninggal dan dikuburkan di puncak Kie Besi, Makian.
Kedua Syekh yang lain, Syekh Amin dan Umar, menyiarkan agama Islam di Halmahera
belakang, Maba, Patani dan sekitarnya. Keduanya dikabarkan kembali ke Irak.
Sedangkan
menurut sumber lain Islam masuk ke Ternate di sekitar tahun jatuhnya kerajaan
Hindu Majapahit 1478, jadi sekitar akhir abad ke-15. Sumber lain berdasarkan
catatan Antonio Galvao dan Tome Pires bahwa Islam masuk ke Ternate pada tahun
1460-1465. Dari beberapa sumber tadi dengan demikian dapat diperkirakan bahwa
Islam masuk ke Maluku pada abad ke-15 selanjutnya masuk ke Papua pada abad
ke-16, sebagain ahli memprediksikan bahwa telah masuk sejak abad ke-15
Sebagaimana disebutkan situs Wikipedia.
Secara
geografis tanah Papua memiliki kedekatan relasi etnik dan kebudayaan dengan
Maluku. Dalam hal ini Fakfak memiliki kedekatan dengan Maluku Tengah, Tenggara
dan Selatan, sedangkan dengan Raja Ampat memiliki kedekatan dengan Maluku
Utara. Oleh karena itu, dalam membahas sejarah masuknya Islam ke Fakfak kedua
alur komunikasi dan relasi ini perlu ditelusuri mengingat warga masyarakat baik
di Semenanjung Onim Fakfak maupun Raja Ampat di Sorong, keduanya telah lama
menjadi wilayah ajang perebutan pengaruh kekuasaan antara dua buah kesultanan
atau kerajaan besar di Maluku Utara (Kesultanan Ternate dan Tidore). Nampaknya
historiografi Papua memperlihatkan bahwa yang terakhir inilah (Kesultanan
Tidore) yang lebih besar dominasinya di pesisir pantai kepulauan Raja Ampat dan
Semenajung Onim Fakfak. Walaupun demikian tidak berarti bahwa Ternate tidak ada
pengaruhnya, justru yang kedua ini dalam banyak hal sangat berpengaruh.
Dengan
adanya pengaruh kedua kesultanan Islam ini di Raja Ampat, Sorong dan Fakfak,
maka telah dapat diduga (dipastikan) bahwa Islam masuk ke Raja Ampat dan
Semenanjung Onim Fakfak serta sebagian besar wilayah pantai selatan daerah
Kepala Burung pada umumnya termasuk kaimana di dalamnya adalah wilayah lingkup
pengaruh kedua kesultanan itu (Onim 2006; 83)
Kajian masuknya Islam di Tanah Papua juga pernah dilakukan oleh Thomas W Arnold seorang orientalis Inggris didasarkan atas sumber-sumber primer antara lain dari Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris. Dalam bukunya yang berjudul The preaching of Islam yang dikutip oleh Bagyo Prasetyo disebutkan bahwa pada awal abad ke-16, suku-suku di Papua serta pulau-pulau di sebelah barat lautnya, seperti Waigeo, Misool, Waigama, dan Salawati telah tunduk kepada Sultan Bacan salah seorang raja di Maluku kemudian Sultan Bacan meluaskan kekuasaannya sampai Semenanjung Onim (Fakfak), di barat laut Irian pada tahun 1606, melalui pengaruhnya dan pedagang muslim maka para pemuka masyarakat pulau-pulau tadi memeluk agama Islam meskipun masyarakat pedalaman masih menganut animisme, tetapi rakyat pesisir adalah Islam.
Kajian masuknya Islam di Tanah Papua juga pernah dilakukan oleh Thomas W Arnold seorang orientalis Inggris didasarkan atas sumber-sumber primer antara lain dari Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris. Dalam bukunya yang berjudul The preaching of Islam yang dikutip oleh Bagyo Prasetyo disebutkan bahwa pada awal abad ke-16, suku-suku di Papua serta pulau-pulau di sebelah barat lautnya, seperti Waigeo, Misool, Waigama, dan Salawati telah tunduk kepada Sultan Bacan salah seorang raja di Maluku kemudian Sultan Bacan meluaskan kekuasaannya sampai Semenanjung Onim (Fakfak), di barat laut Irian pada tahun 1606, melalui pengaruhnya dan pedagang muslim maka para pemuka masyarakat pulau-pulau tadi memeluk agama Islam meskipun masyarakat pedalaman masih menganut animisme, tetapi rakyat pesisir adalah Islam.
Karena
letak Papua yang strategis menjadikan wilayah ini pada masa lampau menjadi
perhatian dunia Barat, maupun para pedagang lokal Indonesia sendiri. Daerah ini
kaya akan barang galian atau tambang yang tak ternilai harganya dan kekayaan
rempah-rempah sehingga daerah ini menjadi incaran para pedagang. Karena
kandungan mineral dan kekayaan rempah-rempah maka terjadi hubungan politik dan
perdagangan antara kepulauan Raja Ampat dan Fakfak dengan pusat kerajaan
Ternate dan Tidore, sehingga banyak pedagang datang untuk memburu dagangan di
daerah tersebut. Ambary hasan, dalam tulisannya yang dikutif oleh Halwany
Michrob mengatakan bahwa sejarah masuknya Islam di Sorong dan Fakfak terjadi
melalui dua jalur.
Haji Oea Saraka di Onin (Fakfak).
Foto diambil antara tahun 1890-1900
|
Perkembangan
Islam di Papua
a.
Di daerah Sorong, perkembangannya di mulai sejak abad ke-15 ketika Raja-raja
Ternate dan Tidore mengadakan pelayaran ke timur untuk mencari burung kuning
yang berlokasi di Salawati;
b.
Perkembangan agama Islam di daerah Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang
suku Bugis melalui Banda yang diteruskan ke Fakfak melalui Seram Timur oleh
seorang pedagang dari Arab bernama Haweten Attamimi yang telah lama menetap di
Ambon;
Proses
Islamisasi di wilayah Fakfak dilakukan melalui jalur
(1)
perdagangan, Jalur perdagangan dilakukan ketika para pedagang datang kemudian
mereka menetap di pemukiman masyarakat di sekitar daerah pesisir pantai, selain
berdagang mereka juga memperkenalkan agama Islam dengan mengajarkan penduduk
untuk melakukan shalat.
(2)
perkawinan para pedagang umumnya menempuh cara perkawinan agar lebih gampang
atau mudah memperoleh kemungkinan dan jalan masuk untuk mendapatkan hasil pala
dari masyarakat Fakfak. Para pedagang datang ke wilayah ini kemudian mereka
kawin dengan kaum wanita di tempat tersebut dengan demikian ia dijadikan
pemimpin dalam agama Islam.
(3)
pendidikan non formal dilakukan melalui pusat-pusat pengajian yang berlokasi di
mesjid-mesjid maupun di rumah- rumah para mubaliqh
(4)
politik yang dimaksud dengan penyebaran dakwah melalui saluran politik ialah
bahwa atas jasa dan upaya para raja dan pertuanan dan keluarga-keluarganya maka
agama Islam turut disebarkan (Onim, 2006;102-105).
Pengaruh
masuknya Islam di kabupaten Fakfak dapat diketahui dengan adanya ditemukan
mesjid-mesjid kuno peninggalan kerajaan Islam yang pernah berkuasa di wilayah
tersebut diantaranya gong, bedug mesjid, rebana yang digunakan pada saat
upacara maulid, songkok raja, tongkat cis, tanda raja dan adanya silsilah
kerajaan dari kerajaan Ati-ati. Mesjid-mesjid kuno yang ditemukan tersebut
tersebar di beberapa tempat diantaranya mesjid Patimburak, mesjid Werpigan dan
mesjid Merapi.
Di
Kabupaten Fakfak pada masa awal masuknya agama Islam ada empat raja yang
berkuasa diantaranya Raja Ati-ati, Ugar, Kapiar dan Namatota (sekarang masuk
dalam wilayah kabupaten Kaimana). Masing-masing raja tersebut mendirikan mesjid
dan mesjid tersebut yang digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan agama
Islam. Akan tetapi mesjid yang didirikan oleh raja Ati-ati pada saat itu pada
umumnya terbuat dari kayu sehingga tidak bisa lagi ditemukan wujud maupun
sisa-sisanya. Satu-satunya mesjid yang ditunjukkan oleh keturunan Raja Ati-ati
adalah mesjid Werpigan yang dibangun pada tahun 1931 oleh Raja ke-9. Mesjid
tersebut telah mengalami renovasi, sehingga konstruksi aslinya telah hilang
yang nampak adalah mesjid yang baru ( Tim peneliti, 1999).
Selanjutnya
adalah mesjid yang didirikan oleh Raja Fatagar yaitu mesjid Merapi terletak di
kampung Merapi, dalam mesjid terdapat bedug yang terbuat dari batang kayu
kelapa. Di dekat mesjid terdapat makam Raja Fatagar I dan II, makam terdiri
atas dua kelompok yaitu kelompok yang berada di dalam pagar dan kelompok yang
berada di luar pagar. Selain itu bukti pengaruh masuknya Islam yaitu ditemukan
rebana yang digunakan pada saat upacara maulid, gong, tanda raja, tongkat cis,
songkok raja dan adanya silsilah raja-raja yang pernah berkuasa di wilayah
tersebut. Diantara mesjid tua yang masih bertahan hingga saat ini adalah mesjid
Patimburak yang ada di distrik Kokas, menurut informasi mesjid tersebut
didirikan pada tahun 1870.
Dari
beberapa sumber disimpulkan bahwa Islam masuk ke kabupaten Fakfak menurut
beberapa sumber sekitar pertengahan abad ke-15. Proses masuknya yaitu melalui
jalur perdagangan, perkawinan, pendidikan non formal dan politik. Islam masuk
ke wilayah ini tidak terlepas dari pengaruh kesultanan Ternate dan Tidore
sebagai basis Islamisasi di Indonesia bagian timur.
Pengaruh masuknya Islam di kabupaten Fakfak dapat dilihat dengan adanya temuan mesjid kuno dibeberapa tempat yaitu mesjid Merapi, Werpigan, Patimburak, gong, rebana, tongkat cis, songkok raja.
Pengaruh masuknya Islam di kabupaten Fakfak dapat dilihat dengan adanya temuan mesjid kuno dibeberapa tempat yaitu mesjid Merapi, Werpigan, Patimburak, gong, rebana, tongkat cis, songkok raja.
Islam
juga menancapkan pengaruhnya didaerah Kokas, Fakfak salah satu buktinya adalah
keberadaan sebuah Masjid Tua yaitu Masjid Patimburak..
Masjid
Patimburak
Salah
satu bukti otentik keberadaan Islam di tanah papua yang masih terpelihara rapi
adalah Masjid Patimburak. Masyarakat setempat mengenal masjid ini sebagai
Masjid Tua Patimburak. Menurut catatan sejarah, masjid ini telah berdiri lebih
dari 200 tahun yang lalu, bahkan merupakan masjid tertua di Kabupaten Fakfak.
Bangunan yang masih berdiri kokoh dan berfungsi hingga saat ini dibangun pada
tahun 1870, seorang imam bernama Abuhari Kilian.
Pada
masa penjajahan, masjid ini bahkan pernah diterjang bom tentara
Jepang. Hingga kini, kejadian tersebut menyisakan lubang bekas peluru di
pilar masjid. Menurut Musa Heremba, penyebaran Islam di kokas tak
lepas dari pengaruh Kekuasaan Sultan Tidore di wilayah Papua. Pada abad XV,
kesultanan Tidore mulai mengenal Islam. Sultan Ciliaci adalah sultan
pertama yang memeluk agama Islam. Sejak itulah sedikit demi sedikit agama
islammulai berkembang di daerah kekuasaan Kesultanan Tidore termasuk kokas.
Daftar
Pustaka
Arnold, W. Thomas. “ The Preaching of Islam “ Dalam Prasetyo, Bagyo, Perkembangan Hasil Penelitian di Papua, disampaikan dalam Seminar Semarak Arkeologi Jayapura 2009.
Masinambow, F.K.M, Halmahera Dan Raja Ampat, Konsep dan Strategi Penelitian, Dalam Islam Dan Kristen Di Tanah Papua, Bandung: Jurnal Info Media, 2006
Onim, J.F. “ Islam dan Kristen di Tanah Papua” Bandung: Jurnal Info Media, 2006
Tim Peneliti, “Penelitian Arkeologi Islam di Kecamatan Fakfak Kabupaten Fakfak Irian Jaya” belum terbit, 1999
Arnold, W. Thomas. “ The Preaching of Islam “ Dalam Prasetyo, Bagyo, Perkembangan Hasil Penelitian di Papua, disampaikan dalam Seminar Semarak Arkeologi Jayapura 2009.
Masinambow, F.K.M, Halmahera Dan Raja Ampat, Konsep dan Strategi Penelitian, Dalam Islam Dan Kristen Di Tanah Papua, Bandung: Jurnal Info Media, 2006
Onim, J.F. “ Islam dan Kristen di Tanah Papua” Bandung: Jurnal Info Media, 2006
Tim Peneliti, “Penelitian Arkeologi Islam di Kecamatan Fakfak Kabupaten Fakfak Irian Jaya” belum terbit, 1999