The coconut principles
“Prinsip Sederhana Menciptakan Solusi di Kantor Kita”
“Prinsip Sederhana Menciptakan Solusi di Kantor Kita”
Ingin cari solusi…..?
Waduh, banjir datang lagi……!
Seperti
tahun-tahun sebelumnya, banjir kembali menerjang Jakarta awal 2013 lalu. Saya
sering bertanya-tanya, kenapa sih hingga sekarang belum juga ada solusi tuntas
agar ibukota kita terhindar dari banjir? Padahal kita punya banyak ahli tata
kota. Juga para ahli di bidang lainnya. Tapi kok hingga sekarang banjir terus
saja melanda bahkan jadi langganan? Saking rutinnya, sampai sebagian dari kita
sudah pasrah dan bahkan menganggap bahwa banjir itu sudah menjadi hal biasa. Saya
dan banyak teman lainnya sepakat bahwa seharusnya pemerintah DKI Jakarta bisa
mencari cara yang lebih baik agar banjir tidak selalu berulang.Pasti ada cara
yang lebih baik untuk mengatasinya!Namun mengapa solusi belum juga ditemukan?
Kok
pemerintah mau-maunya terperangkap dalam masalah yang sama, berulang-ulang, tanpa
jalan keluar? Apa pemerintah tak bisa mencari solusi? Sebelum tenggelam lebih
jauh dalam rasa frustrasi itu, seorang teman bertanya (lebih tepatnya
menyindir):
“Di kantor,
bukankah kita juga sering tak berdaya
menghadapi masalahmasalah yang itu-itu juga? Sebelum menyalahkan
pemerintah, coba kita lihat diri kita. Kita juga sering tak bisamencari
solusi, kan?
Rasanya seperti
tertohok. Tapi teman saya benar. Memikirkan solusi bagi masalah-masalah besar
seperti banjir tentu sah-sah saja. Namun, alangkah baiknya jika kita mulai
memikirikan solusi dari tempat kerja kita sendiri dulu. Jadi, mulailah dengan
memikirkan solusi bagi masalah yang ada tepat di depan mata kita. Dulu, ketika
saya menjabat sebagai seorang product
manager, perusahaan saya kadang kalah start dalam meluncurkan produk baru.
Setiap kali ini terjadi, saya stress. Tapi lamalama saya mulai terbiasa.
Akhirnya saya menganggap keterlambatan adalah hal yang normal. Saya pun
menyerah dan alhasil menjadi product
manager yang medioker Akibatnya, kita pun merasa
frustasi dan sudah tidak lagi mau berusaha untuk mencari solusi apalagi memikirkan
terobosan baru bagi produk yang tim saya kerjakan. Banyak teman-teman yang
mengalami hal serupa: terjebak dalam masalah yang sama dan merasa tidak bisa menciptakan
solusi brilian. Kami bukan orang bodoh, malah banyak yang lulusan sarjana.
Namun nyatanya kami tidak bisa menghasilkan solusi atau kontribusi yangsignifikan
bagi perusahaan.Saya yakin masalah ini kerap kali kita alami. Orang pintar banyak, namun kenapa tidak semua bisa menciptakan solusi?
“The
problem is not there are problems. The Problem is expecting otherwise and thinking
that having problems is a problem”
-
Theodore Rubin-
1.
Berdamai
Dengan Masalah
“It ain’t about how hard
you hit, it’sabout how hard you can get hit…andkeep moving forward”
- Rocky Balboa –
Masalah ada
di mana-mana. Terutama di tempat kerja kita.
Saat saya menjadi karyawan, sebagian besar masalah yang saya
hadapi sebenarnya adalah masalah yang berulang. Isu yang sama yang kembali
muncul karena sebelumnya tidak berhasil diselesaikan secara tuntas. Masalah bisa
muncul dalam berbagai bentuk: complain
dari pelanggan, keterlambatan menyelesaikan proyek, budget overrun atau target
penjualan yang tidak tercapai. Banyak rekan saya juga mengalami hal yang sama.
Lambat laun kami menjadi orang-orang yang selalu menghindar dari masalah.
Bekerja seadanya saja…Kemudian saya mulai memperhatikan keadaan di sekeliling.
Apakah semua orang seperti kami,stress tapi kinerja biasa-biasa saja?
Ternyata TIDAK. Saya melihat model yang berbeda: ada orang-orang sukses yang tampak
menikmati pekerjaannya. Mereka bekerja keras, tapi sama sekali tidak
(tampak) stres.
Kelompok tersebut menghadapi masalah seperti layaknya kita
menghadapi sarapan pagi. Bagi mereka, masalah dianggap hal yang normal, sesuatu
yang menjadi bagian dari kesempatan yang ada di depan mata. Dan… mereka benar-benar
mencari solusi bagi masalah yang dihadapi. Yang mengagetkan, ternyata orang sukses
juga sering gagal. Namun mereka tidak malu dengan kegagalan dan selalu bangkit
untuk belajar mencari cara yang lebih baik. Mereka tidak menganggap masalah
sebagai momok yang harus dihindari atau ditutupi. Karena menganggap masalah
adalah hal yang normal, mereka selalu siap menghadapinya dan tidak pernah menyerah
jika satu atau dua cara belum berhasil.
“Gagal atau Berhasil, Semua Tergantung Kita Sendiri”
Ini adalah kisah tentang Radit, seorang manajer muda di sebuah perusahaan terkemuka.
Dalam satu kesempatan, Radit ditunjuk menjadi project manager untuk sebuah product launching. Sebagai
sarjana lulusan Amerika, ia sangat yakin dengan kemampuannya. Segera ia
menyiapkan beberapa strategi menggunakan beragam management tool yang canggih,
termasuk sebuah grand plan detail berbentuk gantt-chart1. Saking canggih dan rumitnya,
banyak anggota project team-nya bingung karena mereka tidak mengerti cara menggunakan
analisa-analisa canggih tersebut. Namun karena diburu waktu, Radit tidak sempat
memberi penjelasan kepada rekan timnya. Saat ia melakukan presentasi kepada Board of Directors, ia melakukannya dengan lancar dan meyakinkan. Semua pertanyaan
tentang market research, product concept hingga financial proforma dapat dijawabnya
dengan memuaskan.
Namun semua mendadak berantakan manakala sang CEO mengajukan satu pertanyaan
sederhana: “Jadi, kapan tepatnya produk ini dapat diluncurkan?”
Radit berusaha menjawab pertanyaan itu dengan menggunakan
berbagai tool yang sudah dia siapkan dalam grafik yang sangat kompleks. Sayangnya,
dia kesulitan menjelaskannya secara gamblang. Rekan-rekannya juga tidak dapat membantu
karena mereka sendiri tidak terlalu paham. Akhirnya Radit menjawab jujur: ”Saat
ini kami belum dapat menentukan hari-H peluncurannya,Pak. It’s complicated.
“It’s complicated… just like your charts!” sergah sang CEO, geram. Sang CEO berdiri. Sambil berjalan ke
luar, dia mengambil kertas-kertas presentasi yang terhampar di atas meja,
meremasnya dengan kesal dan kemudian dengan marah membuangnya ke keranjang
sampah! “Ini semua tidak berguna, kan? Presentasi Anda bikin pusing tapi tidak
ada value-nya! Coba atur meeting lagi agar semua siap. And, please…make it simple!”
Bagi orang yang dianggap rising
star, kejadian seperti itu tentulah terasa bagai mimpi buruk! Tidak
pernah terbayangkan dia akan langsung dihantam secara blak-blakan oleh seorang
CEO.Bagi Radit, hari ini karirnya hampir tamat.
Jika saya mengalami hal itu, mungkin saya akan menyalahkan orang
lain. Entah itu CEO yang tidak mau mengerti ataupun teman-teman yang tidak
mendukung. Untungnya, Radit mengambil sikap berbeda.
Hampir tamat bukan berarti tamat! Belajar dari kesalahannya, Radit melakukan introspeksi diri
dan meminta saran dari Pak Iwan, seorang manajer senior, yang ia anggap sebagai
role model.
Pak Iwan
memberikan beberapa tips ini kepadanya:
1. Berdamai dengan masalah.
Secara bergurau Pak Iwan mengatakan: “Masalah bagi seorang manajer itu seperti mencangkul sawah bagi para petani. Memang berat, tapi normal saja untuk kita temui setiap hari.”
2.
Sederhanakan semuanya.
Dalam kata-kata Pak Iwan, saran ini berbunyi: “Sampaikan analisa kita secara ringkas dan jelas. Kalau ada analisa yang canggih-canggih, tempatkan di appendix saja dulu, kecuali memang ada yang bertanya secara mendetil.”
Dalam kata-kata Pak Iwan, saran ini berbunyi: “Sampaikan analisa kita secara ringkas dan jelas. Kalau ada analisa yang canggih-canggih, tempatkan di appendix saja dulu, kecuali memang ada yang bertanya secara mendetil.”
3.Kerjasama.
“Radit, kita harus selalu bekerjasama dengan tim. Ibaratnya main bola, tidak ada gunanya jadi penyerang lari sendirian jika kiper dan bek di belakang tidak kita ajak main bareng.” Radit mengikuti semua saran itu dan berhasil menyelesaikan proyeknya dengan gemilang. Produk itu akhirnya diluncurkan tepat waktu dan ia mendapatkan kesuksesan. Sejak saat itu Radit belajar bahwa kemampuan yang hebat dan kemauan yang penuh semangat saja tidak cukup untuk menjadi seorang pembawa solusi. Jika dengan itu semua kita masih belum juga berhasil, hal yang terpenting adalah untuk segera bangkit dan belajar dari kegagalan itu.
“Masalah adalah Tantangan dan Kesempatan”
Orang-orang yang sukses adalah orang-orang yang bisa melihat masalah sebagai tantangan untuk dipecahkan.
Mereka tidak lari dari masalah, justru meningkatkan adrenalinnya
dan merasa tertantang untuk mencari solusinya. Individu sukses tidak melihat
masalah sebagai musuh yang harus ditakuti. Mereka tidak pernah berhenti belajar
untuk mencari jalan keluar.
Bukan hanya itu, banyak individu sukses justru menjadikan masalah pelik sebagai sebuah bisnis yang memberi kontribusi besar bagi lingkungannya.
Pada akhir tahun 1960-an, Mutiara Djokosoetono menghadapi masalah
yang cukup pelik sebagai seorang ibu rumah tangga. Suaminya baru saja meninggal
dan meninggalkan anak-anak yang masih kuliah. Warisan yang ditinggalkan hanyalah
sebuah rumah dan dua buah mobil dinas bekas sebagai imbalan atas pengabdian almarhum
suaminya. Bu Djoko, demikian panggilan beliau, harus memutar otak untuk
menghidupi keluarganya. Sambil mencoba banyak hal, Bu Djoko melihat peluang
dari masalah transportasi di Jakarta pada waktu itu; belum ada transportasi
umum yang bisa diandalkan dan layak dipercaya. Maka kemudian, dengan semangat
“pasti bisa!” dia mengajak anak-anaknya untuk memulai bisnis taksi.
Idenya sungguh sederhana: menyediakan taksi yang mengutamakan pelayanan yang sangat baik dengan pengemudi yang jujur, sopan dan berpenampilan rapi. Faktor kejujuran dan kesopanan menjadi hal yang diutamakan. Bukan kemewahan mobil. Walaupun tidak mewah, kebersihan mobil tetap harus dijaga sebaik mungkin untuk memastikan kenyamanan penumpang. Konsep yang sederhana ini terbukti menjadi awal dari kesuksesan besar yang diraih Blue Bird Group hingga saat ini2. Bu Djoko adalah seorang perancang solusi yang sangat patut kita jadikan inspirasi. Beliau menciptakan solusi buat masyarakat dari sebuah masalah yang ia hadapi di rumah. Nah, bagaimana dengan kita, orang kebanyakan?
Kenapa banyak yang gagal mencari solusi secara tuntas…….? Bersambung.....!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar