Baru-baru ini banyak perusahaan
yang mengeluarkan website untuk tujuan community engagement. Beberapa di
antaranya adalah dove (www.dove-sisterhood.com) dan Telkomsel
(www.mypulau.com). Ini merupakan indikasi bagus bagi pelaku industri internet.
Korporasi besar mulai melirik internet sebagai media alternatif dan potensial
di masa depan. FYI, belanja perusahaan untuk media di Inggris paling besar
dihabiskan untuk media internet. Di Indonesia mungkin tinggal menunggu waktu
saja. Saya melihat website yang dirilis korporasi-korporasi untuk tujuan
community engagement belum tepat sasaran. Paling tidak ini bisa dilihat pada
dua contoh website yang sudah saya sebutkan. Konsep website Dove Sisterhood
sangat minim interaksi. Wisdom of crowded tidak berjalan dengan baik. Padahal
dalam situs mereka disebutkan "Di Dove Sisterhood, kamu dan para Sister
lainnya bisa saling berbagi informasi, berita ataupun hal-hal lainnya yang bisa
membantu Sister yang membutuhkan bantuan".
Saya tidak melihat ini tercapai,
paling tidak dari jumlah user, jumlah artikel oleh user, dan jumlah komentar
antar user yang menunjukkan interaksi di antara mereka. Telkomsel lewat mypulau
juga tidak lebih baik dari saudaranya Dove. Tampilannya sangat berbeda dengan
user experience pengguna internet pada umumnya, register, login, interaksi.
Tidak terlihat ada interaksi dalam situs ini. Padahal interaksi inilah tujuan
utama mereka. Membangun komunitas pengguna telkomsel melalui internet. Yang
menarik, ada celah dimana pengguna non telkomsel bisa bergabung di website ini.
Minimnya interaksi ini bisa dilihat dari jumlah teman dari Admin (setiap
bergabung, otomatis langsung menjadi teman admin) dan juga status yang
terupdate oleh user.
Ada beberapa hal menurut saya
yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan community engagement jika kita
belajar dari kasus dua situs di atas. Pertama, mereka mengabaikan interaksi
alami pengguna internet (user experience) yang di dasarkan atas kebutuhan.
Babycenter.com milik Johnson&Johnson sukses menggaet jutaan ibu-ibu di
seluruh dunia dengan merekayasa interaksi komunitas ibu-ibu. Interaksi itu
datang dari sebuah kebutuhan bahwa ibu-ibu membutuhkan informasi mulai dari
kehamilan hingga pasca melahirkan, bukan mengada-ngada. Mungkin kita perlu tau,
apa dasar dari Dove dan Telkomsel mengeluarkan dua website tersebut, apakah
berdasarkan kebutuhan atau tidak. Kedua, kedua situs di atas terlalu fokus pada
desain visual, bukan skenario interaksi antar penggunanya sendiri. Padahal
desain skenario pengguna inilah yang paling penting dalam kesuksesan community
engagement. Community engagement bukanlah branding seperti membuat website
company profile pada umumnya.
Community engagement melalui
website tidak sesederhana itu, ia melibatkan rekayasa interaksi dan pengalaman
pengguna (user experience). Mengeluarkan website tidak seperti mengeluarkan
produk kartu atau sabun baru. Semakin banyak yang menggunakan semakin bagus.
Interaksi antar user lebih penting daripada jumlah user yang bergabung. Oleh
karenanya, promosi harusnya dilakukan setelah interaksi antar komunitas itu
terjadi. Lebih baik memiliki sedikit user tapi solid dan sustain daripada
memiliki banyak user tapi rapuh karena minimnya interaksi di antara mereka.
Selengkapnya :
http://www.kompasiana.com/zaq/community-engagement-bukan-branding-tapi-user-interaction_54ff2052a33311fb4550f8e4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar