Pelajaran dari “Saya Ini Orang Kaya, Kang”
Membaca cerita yang ditulis salah satu pelaku PNPM Mandiri Perkotaan “Z-Man”, berjudul “Saya Ini Orang Kaya, Kang”, sangat membuat haru. Hal yang begitu membuat terharu adalah, ternyata masih ada orang yang mengaku bahwa dirinya kaya, walaupun menurut sebagian orang terdekatnya, ia termasuk orang yang kurang mampu.
Sementara, di sekitar kita tampak jelas, bagaimana anggota dewan yang terhormat, dengan pendapatan lebih dari cukup di mata kebanyakan orang, masih meminta untuk dibantu laptop. Dalihnya, dmi meningkatkan kinerja mereka sebagai anggota dewan. Padahal, jika dibandingkan antara harga laptop dengan pendapatan mereka, sangat tidak sebanding. Artinya, kalau anggota dewan yang terhormat tersebut mau membeli dengan mengeluarkan uang dari pendapatannya sendiri, paling-paling hanya sekian persennya saja.
Nah, dalam cerita “Saya Ini Orang Kaya, Kang”, seorang supir yang hidup sederhana, malah mungkin hidup serba kekurangan—terbukti dirinya masuk dalam data PS 2—menolak mendapatkan bantuan dari pihak lain, karena menurutnya masih banyak orang yang jauh lebih membutuhkan bantuan dibandingkan dirinya.
Menurut cerita “Saya Ini Orang Kaya, Kang”bapak yang mulia ini selalu menyempatkan waktu, di tengah-tengah kesibukannya mencari nafkah, untuk peduli kepada sesama dengan melibatkan diri dalam kegiatan dalam rangka penanggulangan kemiskinan.
Secara jujur saya benar-benar terharu dan kagum kepada Mang Gino, panggilan Bapak Sugino, dalam cerita “Saya Ini Orang Kaya, Kang”. Walau mungkin beliau tidak pernah mengharapkan pujian dari berbagai pihak.
Kepedulian merupakan kunci dalam penanggulangan kemiskinan. Semakin banyak orang yang lebih mementingkan orang lain dalam mengatasi permasalahan hidup, akan menimbulkan sebuah keberhasilan dalam meningkatkan kebersamaan. Sekarang yang mungkin perlu menjadi perhatian dari banyak pihak, termasuk saya adalah bagaimana menimbulkan dan menularkan virus kepedulian tersebut. Hal ini mungkin yang perlu menjadi fokus dalam pendampingan dan perhatian.
Kepedulian seorang yang hidup dalam kekurangan dibutuhkan sebagai modal penanggulangan kemiskinan. Namun, kepedulian dari pihak yang hidupnya lebih beruntung juga sangat dibutuhkan dan perlu untuk selalu didorong. Menularkan “virus” kepedulian ini tidak bisa dengan hanya satu cara. Diperlukan berbagai cara, sehingga benar-benar menjadi sebuah langkah nyata dan langkah yang produktif dalam “mencetak” orang yang semakin peduli.
Kepedulian memang sebuah panggilan jiwa dan tidak bisa dipaksakan kepada semua orang. Tapi, melihat dari cerita yang disampaikan di atas, kepedulian timbul pada diri seorang tanpa melihat keberadaan seseorang. Jadi, tidak menutup kemungkinan bahwa setiap wilayah memiliki orang yang peduli dan dengan orang yang beragam pula.
Satu hal yang ingin saya garisbawahi dalam cerita yang membuat saya terharu ini, semakin banyak “Best Practice” yang ditampilkan, paling tidak akan mampu mambuat orang lain ikut untuk peduli dan menjadi bagian dalam menularkan “virus” kepedulian.
Sebagai sebuah sikap untuk membantu dan mendahulukan orang lain, menurut saya ini adalah hal yang perlu dilestarikan, sehingga persoalan sebenarnya yang menyebabkan kemiskinan—karena persoalan nilai luhur dan moral—akan mudah untuk ditanggulangi. Mari kita peduli dan menularkan “virus" peduli, sehingga akan terus bermunculan Mang Gino-Mang Gino lain, di tempat yang lain dan pada waktu yang lain. (Tamharuddin, Nasional Trainner OC9 PNPM Mandiri Perkotaan Maluku- Maluku Utara- Papua dan Papua Barat; Firstavina)
Membaca cerita yang ditulis salah satu pelaku PNPM Mandiri Perkotaan “Z-Man”, berjudul “Saya Ini Orang Kaya, Kang”, sangat membuat haru. Hal yang begitu membuat terharu adalah, ternyata masih ada orang yang mengaku bahwa dirinya kaya, walaupun menurut sebagian orang terdekatnya, ia termasuk orang yang kurang mampu.
Sementara, di sekitar kita tampak jelas, bagaimana anggota dewan yang terhormat, dengan pendapatan lebih dari cukup di mata kebanyakan orang, masih meminta untuk dibantu laptop. Dalihnya, dmi meningkatkan kinerja mereka sebagai anggota dewan. Padahal, jika dibandingkan antara harga laptop dengan pendapatan mereka, sangat tidak sebanding. Artinya, kalau anggota dewan yang terhormat tersebut mau membeli dengan mengeluarkan uang dari pendapatannya sendiri, paling-paling hanya sekian persennya saja.
Nah, dalam cerita “Saya Ini Orang Kaya, Kang”, seorang supir yang hidup sederhana, malah mungkin hidup serba kekurangan—terbukti dirinya masuk dalam data PS 2—menolak mendapatkan bantuan dari pihak lain, karena menurutnya masih banyak orang yang jauh lebih membutuhkan bantuan dibandingkan dirinya.
Menurut cerita “Saya Ini Orang Kaya, Kang”bapak yang mulia ini selalu menyempatkan waktu, di tengah-tengah kesibukannya mencari nafkah, untuk peduli kepada sesama dengan melibatkan diri dalam kegiatan dalam rangka penanggulangan kemiskinan.
Secara jujur saya benar-benar terharu dan kagum kepada Mang Gino, panggilan Bapak Sugino, dalam cerita “Saya Ini Orang Kaya, Kang”. Walau mungkin beliau tidak pernah mengharapkan pujian dari berbagai pihak.
Kepedulian merupakan kunci dalam penanggulangan kemiskinan. Semakin banyak orang yang lebih mementingkan orang lain dalam mengatasi permasalahan hidup, akan menimbulkan sebuah keberhasilan dalam meningkatkan kebersamaan. Sekarang yang mungkin perlu menjadi perhatian dari banyak pihak, termasuk saya adalah bagaimana menimbulkan dan menularkan virus kepedulian tersebut. Hal ini mungkin yang perlu menjadi fokus dalam pendampingan dan perhatian.
Kepedulian seorang yang hidup dalam kekurangan dibutuhkan sebagai modal penanggulangan kemiskinan. Namun, kepedulian dari pihak yang hidupnya lebih beruntung juga sangat dibutuhkan dan perlu untuk selalu didorong. Menularkan “virus” kepedulian ini tidak bisa dengan hanya satu cara. Diperlukan berbagai cara, sehingga benar-benar menjadi sebuah langkah nyata dan langkah yang produktif dalam “mencetak” orang yang semakin peduli.
Kepedulian memang sebuah panggilan jiwa dan tidak bisa dipaksakan kepada semua orang. Tapi, melihat dari cerita yang disampaikan di atas, kepedulian timbul pada diri seorang tanpa melihat keberadaan seseorang. Jadi, tidak menutup kemungkinan bahwa setiap wilayah memiliki orang yang peduli dan dengan orang yang beragam pula.
Satu hal yang ingin saya garisbawahi dalam cerita yang membuat saya terharu ini, semakin banyak “Best Practice” yang ditampilkan, paling tidak akan mampu mambuat orang lain ikut untuk peduli dan menjadi bagian dalam menularkan “virus” kepedulian.
Sebagai sebuah sikap untuk membantu dan mendahulukan orang lain, menurut saya ini adalah hal yang perlu dilestarikan, sehingga persoalan sebenarnya yang menyebabkan kemiskinan—karena persoalan nilai luhur dan moral—akan mudah untuk ditanggulangi. Mari kita peduli dan menularkan “virus" peduli, sehingga akan terus bermunculan Mang Gino-Mang Gino lain, di tempat yang lain dan pada waktu yang lain. (Tamharuddin, Nasional Trainner OC9 PNPM Mandiri Perkotaan Maluku- Maluku Utara- Papua dan Papua Barat; Firstavina)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar