Postingan Populer

Selasa, 14 Maret 2017

Cerita Singkat Suku Aifat

Gambar : Kampung Foug dan sungai Kamundan


Tentang Suku Aifat: Salah Satu Suku di Kabupaten Maybrat, Papua Barat

Disadur dari buku yang ditulis Jan Boelaars dengan judul “Manusia Irian, Dahulu, Sekarang dan Masa Depan”, PT. Gramedia, Jakarta
Orang-orang yang berasal dari suku Aifat bermukim di bagian tengah, sebelah kiri dan kanan sungai Kamundan dan sekeliling danau-danau Ayamaru. Suku Aifat adalah salah satu suku di kabupaten Maybrat disamping suku-suku lainnya seperti suku Karon, Mare dan Ayamaru. Mereka menggunakan bahasa Maybrat sebagai bahasa pergaulan sehari-hari. Kekerabatan diantara orang-orang Aifat terbangun dari jalinan komunikasi di tanah-tanah kebun yang saling berdekatan. Biasanya kekerabatan diantara mereka terdiri dari 5 – 20 orang yang tinggal bersama dalam satu rumah.
Sistem Perputaran Barang

Relasi kekeluargaan diantara orang-orang Aifat juga terbangun dari sistem pembayaran ‘ikut makan dan sistem barter’. Sistem pembayaran ini sudah ada sebelum masyarakat mengenal alat transaksi lainnya, yaitu uang. Diantara mereka saling tukar menukar barang-barang kebutuhan sehari-hari, khususnya pangan. Sistem ini berjalan baik pada waktu itu karena didukung oleh beragamnya mata pencaharian orang-orang Aifat seperti usaha berladang, meramu hasil-hasil hutan, berburu dan menangkap ikan. Di beberapa kalangan ada pula yang menanam sagu, pisang dan kelapa.

Seiring berjalannya waktu, kegiatan perdagangan diantara masyarakat pada waktu itu semakin meluas, termasuk jejaring komunikasi antara bangsa lain di daerah pantai. Sampai pada akhirnya, kondisi ini memunculkan kegiatan tukar menukar barang berharga. Barang-barang tersebut berupa tiga belas jenis kain dari pulau-pulau di sebelah barat Irian Jaya (pulau Seram, Buru, Kokas, Bintuni dan Soasopor). Kemudian kain-kain tersebut dikenal dengan nama ‘kain Timor’. Tukar menukar kain sebagai bagian dari kebudayaan Aifat ditujukan untuk kehidupan yang lebih intensif dengan saling mengajukan tuntutan yang lebih tinggi. Dengan demikian diantara orang-orang Aifat muncul kekerabatan yang baik dan terpelihara dalam tata pergaulan. Selain digunakan untuk tukar menukar, kain timor juga diperuntukkan sebagai mas kawin dalam upacara-upacara pernikahan. Pada umumnya, para perempuan yang memiliki dan menyimpan kain timor. Sementara para pria yang melakukan perdagangan dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari isteri mereka.
Barang berharga lainnya yang juga dijadikan sebakai alat tukar menukar diantaranya gelang-gelang dari kulit siput, gigi taring buaya dan babi, kalung-kalun dan ikat pinggang yang dihiasi manik-manik, serta pisau-pisau yang berhias burung cenderawasih. Terdapat pula barang-barang berharga yang dianggap sebagai benda pusaka yang tidak boleh dipindah tangankan ke kelompok tertentu. Apabila seorang anggota kelompok meninggal dunia dan masih mempunyai hutang, maka pihak lawan untuk sementara dapat menuntut harta pusaka itu sebagai jaminan denda atau ganti rugi.
Sistem Kepercayaan dan Pandangan Hidup
Dalam hal keturunan, orang Aifat percaya bahwa bayi di dalam rahim ibu terjadi karena darah ibu dan sperma ayah. Oleh karena kepercayaan tersebut, maka selama masa kehamilan seorang ibu harus lebih keras agar si bayi kuat. Dalam kelahirannyapun tidak sembarangan. Sebelum adanya tenaga medis, orang Aifat mempercayakan proses kelahiran ibu pada seorang perempuan yang memiliki hubungan kekuatan gaib dan namanya sudah dikenal masyarakat. Jika dalam proses kelahiran megalami masalah, maka calon ibu harus menyebutkan nama pria yang harus bertanggungjawab. Dan dari mereka akan dituntut suatu denda. Jika bayinya sangat menyulitkan, maka akan dicari orang-orang yang sudah meninggal yang dipercaya dalam rupa manusia, ular atau roh halus.
Orang Aifat berpandangan bahwa manusia memiliki suatu ‘bayangan’ yang menjadi sumber tenaga baginya. Tetapi tenaga itu dapat dirusakkan dan dirampas oleh seseorang yang sudah meninggal (kapes) namun belum dibebaskan. Bisa jadi disebabkan oleh karena transaksi kain yang belum dibereskan oleh para ahli waris. Kapes berarti tenaga dingin yang kuat. Orang yang belum bebas dalam kematiannya akan menyuruh kapes fane (=babi roh) untuk memasuki seorang wanita hingga kerasukan roh jahat yang akan menyebarluaskan kematian dan kehancuran.
Berdasar filosofi kehidupan orang Aifat, kekuatan asal terdiri dari dua unsur yang saling berlawanan dan saling melengkapi. Unsur dingin yaitu ‘cha’ yang melambangkan aspek pria, untuk bertindak dan untuk kematian. Dan unsur panas yaitu ‘an’ melambangkan aspek wanita, untuk lambanya jalan proses kehidupan dan untuk bertanggungjawab atas kehidupan.  ‘Keseimbangan’ kedua unsur inilah yang menggerakkan alam semesta.
Kearifan orang Aifat nampak dari usahanya yang terus menerus sekalipun imbalan yang diharapkan tidak begitu pasti datangnya. Perbuatan ini pertama-tama bukan demi keuntungan materiil, melainkan demi semakin kokohnya hubungan manusiawi. Karena peristiwa-peristiwa kosmis dinyatakan dengan gambaran kerjasama diantara seorang ibu dan seorang anak laki-laki/suami.
 Sumber : https://maybrat.wordpress.com/tentang-maybrat/budaya/ 

Entri yang Diunggulkan

Antropologi dan Kekerasan Kolonial di Tanah Papua

Doc T anah Papua (meliputi Provinsi Papua dan Papua Barat) telah digambarkan sebagai “sebuah surga di bumi bagi penelitian antro...