Postingan Populer

Minggu, 23 Oktober 2016

Monitoring and Evaluation of Development Programs in Five Ministries: A Study on the System and Implementation



ABSTRACT

The system of planning and budgeting in Indonesia is undergoing a change, from an input-based system to one based on output and outcome. Information accountability in monitoring and evaluation is a must to support the implementation of a performance-based system as mandated by Law No. 17/2003 on State Finance, and Government Regulation No. 21/2004 on Formulating Ministerial/Institutional Work Plans and Budgets. An evaluation needs to be conducted on Government Regulation No. 39/2006 on Procedure of Monitoring and Evaluation of Development Plan Implementation to accommodate the output – and outcome –based planning and budgeting system.

This study presents snapshots of the monitoring and evaluation system of government programs which have been implemented in five selected ministries. The methods used include conducting in-depth interviews with staff members and collecting secondary ministerial-level data at both the Planning Bureau (BPKLN) and directorate general/program executing directorate; distributing questionnaires on budget absorption and achievement of targeted output/outcome indicators of selected programs; and conducting a field study on monitoring and evaluation systems and processes of data validation at the local level.

This study recommends that the monitoring and evaluation process should be placed parallel with the planning, budgeting, and implementation processes of the programs/activities. Therefore a regulation regarding monitoring and evaluation management in national and local level government agencies is needed. It should provide clear definitions of monitoring and evaluation and address the need for an independent monitoring and evaluation unit; reward and punishment mechanisms; a feedback mechanism; and simplification of forms, number of reports, and indicators of programs/activities.

Sumber : http://www.smeru.or.id/en/content/monitoring-and-evaluation-development-programs-five-ministries-study-system-and 

Senin, 17 Oktober 2016

Modul Mengelola Konflik




Penulis : Wahjudin Sumpeno
Diterbitkan oleh : The World Bank
Didukung oleh : CPDA dan PNPM GSC
Tebal : xviii; 240 Halaman
Cetakan : November 2011
Modul pelatihan yang berjudul Mengelola Konflik: Panduan Pelatihan Pratugas Fasilitator PNPM Generasi Sehat dan cerdas yang berada di tangan pembaca merupakan salah satu bahan belajar untk kegiatan pratugas Fasilitator Kecamatan (FK) Program Pembangunan Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri-Generasi Sehat dan Cerdas (PNPM GSC) yang dikembangkan berdasarkan kajian kebutuhan peningkatan kapasitas Fasilitator Kecamatan dalam menjalankan tugas di lapangan. Selain untuk kebutuhan program, panduan ini dirancang untuk kepentingan khusus terutama dalam memfasilitasi penyelesaian konflik dalam masyarakat. Diharapkan panduan pelatihan ini akan memberikan arahan dan bimbingan dalam menghadapi berbagai situasi konflik yang terjadi antara pemangku kepentingan dalam program pembangunan. baik ditingkat kelompok, komunitas dan pengambil keputusan. Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan PNPM GSC bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak balita serta meningkatkan pendidikan anak usia sekolah hingga Sekolah Dasar (SD/MI) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP/MTs). Program ini menerapkan landasan pemberdayaan masyarakat. Artinya bahwa perumusan dan penetapan program/kegiatan pembangunan harus berangkat dari masyarakat, dilakukan oleh masyarakat dan diperuntukkan bagi masyarakat. Dibandingkan dengan pendekatan lainnya, pendekatan pemberdayaan masyarakat lebih mampu menjamin efektivitas dan keberlanjutan sebuah program penanggulangan kemiskinan. PNPM GSC Sebagai bentuk kesinambungan dari program pemerintah yang telah ada sebelumnya, maka pelaku dan kelembagaan yang telah dibangun melalui MPd atau P2KP akan tetap digunakan dalam program ini.
Modul ini merupakan salah satu materi pokok yang diberikan dalam kegiatan pelatihan pra tugas bagi fasilitator kecamatan dalam mendukung pelaksanaan PNPM-GSC. Program ini digagas oleh pemerintah dalam mendorong partisipasi masyarakat sebagai upaya peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan melalui dukungan pelayanan pendidikan, wajib belajar dan kualitas kesehatan ibu dan anak. Program tersebut tidak terlepas dari berbagai permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Permasalahan sosial dapat ditimbulkan karena perkembangan historis, kesenjangan, status sosial, perubahan yang cepat atau dampak dari pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu, setiap program pembangunan yang digulirkan harus benar-benar sesuai kebutuhan masayarakat, dan tidak menimbulkan masalah, konflik atau kerentanan sosial lain.

Download : Modul Mengelola Konflik

Triple Bottom Line

Triple Bottom Line

In this video I suggest a new look at the triple bottom line viewed through the lens of science. This provides businesses with new perspective on the rationale for integrating sustainability into who and how they are in the world.
Thank you to The Natural Step Canada and all our patrons for supporting us.
Concept & script by Sarah Brooks.

ISO 26000 - Social responsibility

ISO 26000 - Social responsibility

Business and organizations do not operate in a vacuum. Their relationship to the society and environment in which they operate is a critical factor in their ability to continue to operate effectively. It is also increasingly being used as a measure of their overall performance.
ISO 26000 provides guidance on how businesses and organizations can operate in a socially responsible way. This means acting in an ethical and transparent way that contributes to the health and welfare of society.

Minggu, 16 Oktober 2016

Social Risk Analysis dan Penerapan ISO 31000





Beberapa peristiwa konflik antara perusahaan dan masyarakat di Indonesia seperti konflik lahan di Mesuji, baik di Kabupaten Mesuji, Lampung, maupun di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, dan terakhir di Bima, NTB, mengggah pikiran dan mengisyaratkan betapa persoalan tersebut perlu untuk ditemukan jalan keluarnya, Kasus-kasus itu seperti puncak gunung es yang jika kita telusuri akan menambah daftar keprihatinan terhadap tingginya konflik akibat ketidakmampuan mengendalikan resiko sosial. Sebagaimana dilansir oleh Komnas HAM dalam Harian Kompas (01/09/2012), menyebutkan telah menerima 700-800 kasus konflik lahan antara perusahaan dan masyarakat lokal. Berdasarkan data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), setidaknya pernah terjadi 530 konflik lahan di wilayah masyarakat adat. Sementara Norman Jiwan dari Sawit Watch menyebutkan bahwa pihaknya telah menangani 663 kasus sengketa antara perusahaan perkebunan sawit dan masyarakat. Konflik yang muncul ke permukaan itu sebagian besar karena perluasan perkebunan kelapa sawit yang semakin merajalela tanpa memperhatikan lingkungan, ketahanan pangan, dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Secara umum berbagai konflik yang terekam dapat diidentifikasi  dalam tiga bentuk  konflik. Pertama, konflik lahan antara masyarakat adat dan perusahaan perkebunan ataupun pengusahaan hutan. Umumnya akibat ketidakjelasan status hukum tanah yang dikuasai oleh masyarakat adat dalam kacamata hukum agraria nasional. Kedua, konflik lahan berkaitan perambahan oleh masyarakat lokal ataupun pendatang. Ketiga, konflik yang berkaitan dengan lingkungan hidup, berkaitan dengan penambangan yang dikhawatirkan mematikan sumber air untuk pertanian. Atas dasar kondisi tersebut, perlu dilakukan sebuah terobosan lain yang dilakukan oleh perusahaan, masyarakat dan pemangku kepentingan lain untuk mengatasi kebuntuan tersebut dengan mendorong upaya pencegahan dan pengendalian resiko sosial sebagai akibat dari kebijakan dan pembangunan.  Pengelolaan resiko sosial menjadi sangat penting dilakukan oleh semua pihak  untuk berupaya secara sistematis meminimalisir berbagai dampak negatif dan mendorong perubahan positif terhadap peningkatan tujuan dan kesejahteraan yang lebih luas.
Risiko sosial sendiri muncul sebagai indikasi  perbedaan persepsi, nilai dan budaya yang mengakibatkan terjadinya rasa ketidakpuasan, dan ketidakadilan dari para pemangku kepentingan eksternal. Kegagalan mengelola risiko sosial ini dapat mengakibatkan biaya ekonomi tinggi khususnya social cost  yang dapat merusak tatanan sosial lain termasuk  merusak reputasi dari organisasi, serta pada akhirnya dapat berdampak sistemik menghancurkan daya dukung positip suatu bangsa.
Definisi Resiko Sosial
Standar formal Australia untuk manajemen resiko AS/NZS 4360:2004, memberikan panduan umum sebagai rujukan dalam mengelola risiko yang dapat diterapkan bagi semua asepk dan bidang manajemen risiko. Resiko didefinisikan sebagai “kemungkinan terjadinya sesuatu yang akan berdampak pada pencapaian tujuan” (AS/NZS 4360: 2004:3). Resiko yang dihadapi dapat berupa kemungkinan resiko positif atau negatif. Selanjutnya, manajemen resiko diartikan sebagai “budaya, proses dan struktur yang diarahkan menuju realisasi peluang dengan mengelola dampaknya” (AS/NZS 4360: 2004:4). Dalam konteks pembangunan keberlanjutan, berbagai organisasi maupun industri menghadapi tantangan agar mampu mengelola berbagai risiko dalam setiap siklus bisnis dengan mengurangi risiko hingga tingkat yang dapat diterima dan pada saat yang sama berupaya untuk mencapai tujuan dan peluang bisnis.
Terdapat formula umum yang digunakan untuk mendefinisikan resiko sebagai kombinasi probabilitas (atau kemungkinan) dan konsekuensi dari suatu peristiwa atau hasil yang digambarkan sebagai berikut:
Resiko = Probabilitas x Konsekuensi
Mengelola resiko bukanlah proses tunggal, melainkan sesuatu tindakan yang kompleks yang dilakukan organisasi dengan melibatkan berbagai pandangan, nilai, persepsi dan pendekatan kualitatif atau kuantitatif. Hal ini mengandung makna, bahwa resiko harus dikelola dengan baik dan melibatkan komponen pemangku kepentingan, komunikasi dua arah dan responsif.
Resiko sosial adalah sebuah analogi dari masa depan perusahaan tentang pengelolaan resiko, dimana perusahaan mencoba mengekspresikan persepsinya terhadap faktor eksternal para pemangku kepentingan (stakeholders) dan hasil yang tidak diharapkan. Resiko sosial menyangkut aspek tantangan, ancaman, dan kerentanan. Tantangan menyangkut kebijakan dan tindakan pihak lain yang berpengaruh positif secara terhadap organisasi. Ancaman menyangkut pengaruh dari luar yang berpengaruh negatif terhadap organisasi biasanya dalam bentuk kombinasi lingkungan dan pemangku kepentingan. Kerentanan merupakan potret kelemahan organisasi menyangkut kebijakan, kapasitas manajemen, strategi, prosedur, dan program (Kytle & Ruggie, 2005). Formula resiko sosial dalam prespektif organisasi korporasi didefinisikan sebagai kombinasi ancaman (treath) yang meliputi pemangku  kepentingan dan isu dengan kerentanan (vulnerability).


Terdapat empat komponen utama yang menjadi karakteristik risiko sosial menurut Tamara Bekefi, Beth Jenkins, dan Beth Kytle  (2006)  : (1) isu dominan; (2) pemangku kepentingan; (3) cara membangun konflik; (4) persepsi. Keempat komponen tersebut digambarkan sebagai berikut;


Analisis Resiko Sosial
Analisis resiko sosial (social risk analysis) merupakan bagian dari manajemen untuk memahami resiko sebagai akibat interaksi dan lingkungan sosial. Resiko sosial muncul dari ketidakpuasan–keluhan dari masyarakat dan pemangku kepentingan lain (eksternal) yang dapat menimbulkan kerentanan sosial dan konflik. Persepsi dan budaya yang berbeda tentang suatu objek, kejadian, atau peristiwa akan menimbulkan cara pandang berbagai pihak dan dalam banyak hal memiliki resiko konflik diantara mereka. Kegagalan mengelola konflik tentunya berdampak pada biaya sosial dan ekonomi yang sangat besar, mengganggu kondisi organisasi, masyarakat bahkan negara secara luas. Bagi iklim investasi hal ini dapat merusak nama baik organisasi (korporasi) bahkan pada kondisi tertentu menimbulkan resiko investasi dalam jangka panjang.
Analisis resiko merupakan kajian mendalam dalam rangka pemahaman tentang resiko. Analisis Resiko memberikan masukan dalam evaluasi pengambilan keputusan, apakah resiko perlu dikelola dengan pendekatan yang tepat sesuai untuk menyelesaikannya dengan karakteristik unit analisis atau hanya bersifat inkrimental saja. Evaluasi resiko sebagai alat bantu (tools) untuk membuat keputusan, berdasarkan hasil analisis resiko, tentang resiko mana yang memerlukan penanganan segera atau prioritas penyelesaian.
Melalui analisis resiko sosial sebuah organisasi, perusahaan, atau komunitas memiliki kemampuan dan tingkat keleluasaan untuk melakukan program/proyek/kegiatan yang sesuai dan didasarkan kemungkinan resiko yang dapat dikendalikan. Analisis resiko sosial dilakukan melalui proses fasilitasi interaksi pemangku kepentingan atau tim agar proses kerjanya mampu mencapai tujuan secara efektif dan efisiensi melalui upaya pencegahan konflik sosial dalam kelompok serta mempercepat pembentukan peran sosial dalam kelompok. Analisis resiko sosial dapat diterapkan dalam berbagai konteks yang berbeda, misalnya mengelola kelompok dan organisasi industri, tim proyek dan lain-lain.
Standar Internasional Penilaian dan Analisis Resiko
ISO 31000 merupakan standar internasional tentang pedoman penerapan manajemen resiko yang diterbitkan oleh International Organization for Standardization. Standar ini diterbitkan pada tanggal 13 November 2009  sebagai pengembangan dari standar AS/NZS 4360:2004 yang dikeluarkan oleh Australia. ISO 31000 tidak dikembangkan untuk tujuan sertifikasi. Saat ini telah diterbitkan standar baru ISO untuk manajemen resiko yang dapat digunakan oleh organisasi termasuk kelompok sosial yang bergabung dalam melakukan penilaian resiko. Mereka secara bersama-sama mempersiapkan, merencanakan dan mengelola sumber daya dan peralatab yang ada dalam mengatasi situasi atau resiko yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan mereka.
Menurut ISO 31000 (2007) penilaian resiko sosial sebenarnya adalah bagian dari manajemen resiko untuk memprediksi dan mempertahankan resiko sosial sebelum dan selama pelaksanaan operasi. Penilaian resiko terdiri tiga langkah yaitu; (a) Identifikasi Resiko, (b) Analisis Resiko, dan (c) Evaluasi Resiko. Identifikasi resiko berusaha untuk menemukenali beragam kemungkinan dampak atau resiko sosial yang relevan dengan tujuan perusahaan dan konteks situasi saat ini dan masa depan. Analisis resiko berkaitan dengan kajian mendalam yang menguraikan setiap aspek resiko dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan evaluasi resiko merupakan cara untuk mengetahui sejauhmana resiko tersebut mampu dikendalikan terhadap upaya pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian diperlukan kriteria dan indikator kinerja penilaian yang dapar menentukan tingkat relevansi suatu kajian resiko dengan pelaksanaan manajemen resiko. Indikator tersebut menjadi acuan dalam melakukan penilaian terhadap resiko sosial.  Standar penilaian resiko merupakan bagian integral dari manajemen resiko yang menyediakan sebuah proses terstruktur untuk organisasi untuk mengidentifikasi bagaimana tujuan mungkin akan terpengaruh. Hal ini digunakan untuk menganalisis resiko dalam hal konsekuensi dan probabilitas mereka, sebelum organisasi memutuskan perawatan lebih lanjut, jika diperlukan. Penilaian resiko menyediakan pembuat keputusan dan pihak yang bertanggung jawab dengan peningkatan pemahaman resiko yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan, serta kecukupan dan efektivitas kontrol sudah di tempat. Tujuan dari identifikasi resiko adalah untuk menghasilkan daftar lengkap resiko berdasarkan peristiwa dan keadaan yang mungkin muncul konflik.
ISO/IEC 31010:2009, telah mengembangkan teknik penilaian resiko (social assessment) yang dirancang oleh ISO dan IEC (International Electrotechnical Commission). Resiko yang mempengaruhi organisasi mungkin memiliki konsekuensi dalam asepk sosial, lingkungan, keselamatan teknologi, dan hasil keamanan; disiplin komersial, keuangan dan ekonomi, dampak sosial, budaya serta politik. Dalam konteks ini sebuah organisasi akan mempertanyakan sejauhmana tingkat resiko dapat ditolerir atau diterima, dan tidak membutuhkan perawatan lebih lanjut. Standar ini menyediakan dasar pengambilan keputusan melalui pendekatan yang paling tepat untuk mengelola resiko tertentu dan untuk memilih beragam alterntif yang disarankan. ISO/IEC 31010:2009 akan membantu organisasi dalam menerapkan prinsip-prinsip manajemen resiko sesuai pedoman yang diterbitkan yang dilengkapi dengan ISO Guide 73:2009 pada kosa kata manajemen resiko dan menawarkan standar terbaru terkait konsep penilaian resiko, proses penilaian resiko, dan pemilihan teknik penilaian resiko.
Standar analisis resiko menegaskan pentingnya pengelolaan sosial, lingkungan kinerja organisasi selama durasi proyek. Sistem manajemen, sosial dan lingkungan yang efektif akan berjalan secara dinamis dan berkelanjutan dengan melibatkan komunikasi antara pemangku kepentingan dalam sebuah organisasi baik pekerja, pemerintah dan masyarakat lokal yang terkena dampak langsung. Sebuah sistem manajemen yang baik sesuai dapat diukur dari kemampuan dan kinerja organisasi dalam mempromosikan tanggung jawab sosial, lingkungan secara sehat dan berkelanjutan, serta mampu meningkatkan kesejahteraan, hasil dan dampak sosial.
Pertimbangan dalam Analisis Resiko Sosial
Terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan analisis resiko sosial, terutama dalam penentuan pilihan pendekatan atau alat (tools) yang akan digunakan, yaitu; Pertama, pentingnya dampak tidak langsung berupa perubahan kebijakan yang mungkin berpengaruh langsung dan/atau tidak langsung terhadap struktur sosial dan perekonomian masyarakat. Misalnya kebijakan pemerintah daerah dalam mendorong investasi dibidang pertambangan tentunya berdampak terhadap perubahan perilaku dari petani menjadi buruh atau pekerja, menyebabkan perilaku perubahan di tingkat rumah tangga, dan efek ganda terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal lain akibat di kembangkannya pendekatan pasar bebas terhadap beberapa industri dan komoditi yang bisa menghasilkan perubahan harga relatif, konsumsi, dan struktur kekuasaan, tapi seiring waktu menyebabkan perubahan dalam struktur ketenagakerjaan dan ekonomi, perubahan dalam produktivitas, kinerja pemerintahan dan lainnya.
Kedua, ketersediaan data, waktu, dan kapasitas lokal. Hal ini berkenaan dengan sejuhmana analisis resiko sosial dapat dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah dan akuntabel. Disamping itu, keterbatasan kapasitas lokal untuk pengumpulan data dan analisis tentunya akan membatasi jenis pendekatan yang dapat diadopsi. Seiring waktu, tujuan dari analisis resiko sosial seharusnya untuk meningkatkan kapasitas praktisi lokal dan pemanfaat. Dengan demikian, dibutuhkan kehadiran mitra lokal dalam pemerintahan atau organisasi di luar sesuai kompetensinya untuk terlibat baik dalam mendesain sistem analisis, memilih alat analisis dan menerapkannya. Keterlibatan ini dapat menjadi dasar untuk pembangunan kapasitas lokal (transfer of knowledge).
Ketiga, analisis resiko sosial memanfaatkan berbagai metode dan alat, banyak yang membutuhkan keterampilan gabungan dari berbagai disiplin ilmu (Misalnya, makroekonomi, mikroekonomi, analisis sosial dan politik). Jika layak, adalah dianjurkan untuk mengintegrasikan analisis ekonomi dan sosial untuk memperdalam analisis. Misalnya, sosial penilaian dampak dapat digunakan untuk membantu menentukan parameter dan variabel penjelas yang digunakan dalam ekonometrik pemodelan, dan sebaliknya, pemahaman tentang dinamika ekonomi dan kendala dapat memperkuat analisis sosial dari kebijakan tertentu.
Keempat, resiko dan dampak akan dianalisis dalam konteks dan wilayah pengaruh, meliputi: (a) lokasi proyek utama terkait fasilitas yang akan dikembangkan atau kontrol, seperti jaringan pipa, kanal, terowongan, relokasi dan jalan akses, penerangan listrik, kontruksi gedung, aliran limbah dan daerah pembuangan; (b) fasilitas yang tidak didanai tetapi bagian dari proyek (pendanaan dapat diberikan secara terpisah oleh pihak ketiga termasuk pemerintah) termasuk dukungan terhadap ketersediaan barang dan jasa yang sangat vital untuk keberhasilan operasional proyek, (c) daerah berpotensi terkena dampak kumulatif dari pembangunan yang direncanakan oleh karena itu harus dilakukan kajian sosial dan lingkungan, dan (d) daerah berpotensi terkena dampak dari resiko yang tidak direncanakan tapi dapat diprediksi yang disebabkan oleh proyek yang mungkin terjadi nanti atau di lokasi berbeda.
Social Risk Assessment (SRA)
Social Risk Assessment (SRA) atau penilaian resiko sosial merupakan alat pengumpul data yang dibutuhkan sebagai bahan analisis resiko sosial dengan menggunakan metode integratif yang mengintegrasikan metode sosial ganda kedua metode kuantitatif dan kualitatif dalam pemaknaan berdasarkan. Metode kuantitatif termasuk survei persepsi, analisis media, dan sebagainya. Metode kualitatif meliputi wawancara mendalam untuk mendapatkan informasi kepada orang sumber daya tentang persepsi stakeholder. Pelaksanaan program pembangunan tentunya akan mempertimbangkan potensi resiko sosial, analisis resiko sosial, dan mitigasi resiko dalam perencanaan kerangka kerja pengelolaan resiko (risk management frameworks).
Penilaian Resiko Sosial mengidentifikasi resiko untuk keberhasilan pelaksanaan kebijakan melalui tiga langkah: (i) mengidentifikasi asumsi tentang apa yang harus dan tidak harus terjadi agar suatu kebijakan untuk mencapai tujuan, (ii) membuat keputusan untuk kemungkinan bahwa setiap asumsi akan terus, dan pentingnya dengan kebijakan, dan (iii) kebijakan penyesuaian mengingat resiko yang teridentifikasi. Semakin besar kemungkinan asumsi penting akan menjadi tidak valid, semakin besar akan kebutuhan untuk mengubah kebijakan tersebut.
Kerangka Resiko Sosial Manajemen ini berguna untuk menghubungkan penilaian resiko untuk analisis kebijakan karena memperkenalkan dimensi waktu, menunjukkan bagaimana intervensi dapat dirancang untuk mengurangi atau bahkan mengurangi ancaman resiko bukan hanya membantu orang untuk mengatasi setelah terjadinya sebuah merusak acara. Kerangka Resiko Sosial Manajemen juga memungkinkan untuk wawasan ke dalam interaksi strategi formal dan informal untuk pengurangan kemiskinan sehingga pembuat kebijakan dapat merancang intervensi yang melengkapi bukan melemahkan strategi lokal.
Social Risk Assessment Tools (SRAT)
Berikut diperkenalkan beberapa perangkat penilaian partisipatif (SRAT) yang dapat digunakan untuk menggambarkan dan menganalisis resiko pada tingkat mikro dan dampak terhadap pemangku kepentingan. SRAT merupakan prosedur sederhana dalam penelitian partisipatif, yang cenderung menggunakan metode yang lebih kontekstual seperti dalam penelitian kualitatif untuk memperoleh informasi secara mendalam dan interpretatif. Metode ini memberikan panduan bagi tim penilai bahwa secara filosofis metode pengumpulan data sangat menekankan pengetahuan lokal, partisipasi masyarakat, manajemen dan memberdayakan para pemangku kepentingan.
SRAT secara partisipatif tidak berarti terbatas pada output data kualitatif, tetapi dapat juga digunakan data pembanding berupa data sekunder yang dikeluarkan oleh lembaga studi formal. Dalam prakteknya,  simbol, grafis, peta digunakan untuk menyederhanakan sajian yang sangat rumit jika dilakukan dengan cara menghitung, memperkirakan, dan membandingkan, angka. Selama prosesnya kerapkali pengalaman dan data empiris sulit untuk dipahami melalui metode konvensional. Metode partisipasi dilakukan dengan cepat dan efisien dan menghasilkan data dalam waktu yang tepat untuk analisis berbasis bukti lapangan dan tindakan yang diperlukan. Melalui sampel yang terukur dan triangulasi, penelitian partisipatif dapat menghasilkan data yang dapat digeneralisasikan.
Tabel berikut menyajikan tipologi pemilihan alternatif pendekatan yang bersifat mikro berdasarkan tingkat kepentingan dengan mempertimbangkan data, waktu, dan kapasitas lokal. Tabel tersebut berupa indikasi saja karena dalam prakteknya akan bervariasi tergantung pada kondisi dilapangan.


Sumber: Poverty Reduction Group and Social Development Department (2003) A User’s Guide to Poverty and Social Impact Analysis. Washington D.C. The World Bank. Hal 19.
  • Transek: Sebuah alat untuk menggambarkan dan menunjukkan lokasi dan distribusi sumber daya, lanskap, dan lahan utama dengan simbol atau fitur lengkap sepanjang bentang transek yang dilalui
  • Profil Komunitas: Suatu ikhtisar berupa informasi masyarakat yang berisi berbagai faktor, seperti lingkungan alam, fitur karakteristik sosiodemografi, manajemen pemerintahan, struktur politik dan ekonomi, institusi lokal, kegiatan ekonomi dan mata pencaharian, dasar rumah tangga dan fasilitas masyarakat, serta sosial organisasi.
  • Pemetaan sosial (social mapping): Sebuah metode visual yang menunjukkan lokasi relatif dari rumah tangga dan distribusi orang dari berbagai jenis, satus dan struktur sosial tertentu seperti laki-laki, perempuan, anak dewasa, orang lanjut usia, kepemilikan lahan, tingkat buta huruf, kelembagaan.
  • Pemetaan sumber daya (Resource Mapping): Sebuah metode yang menggambarkan pusat-pusat sumber daya, distribusi, akses dan pemanfaatan sumber daya, topografi, pemukiman penduduk, dan aktifitas masyarakat, metode ini memudahkan memahami kondisi daerah dengan simbol, fitur dan grafis yang menyertainya.
  • Rangking Kekayaan: Metode ini melibatkan peringkat individu yang berbeda, rumah tangga, atau masyarakat sesuai dengan kriteria kesejahteraan yang dikembangkan secara lokal. Masyarakat dapat menggambarkan pentingnya aset dan faktor-faktor yang mempengaruhinya baik di tingkat rumah tangga, kelompok dan masyarakat.
  • Urutan Sejarah: Metode yang mendeskripsikan peristiwa penting yang berpengaruh  terhadap perubahan pentingan kelompok dan masyarakat dengan mengidentifikasi kecenderunga dan perubahan tingkat kesejahteraan, peristiwa konflik, dan interaksi dari waktu ke waktu. Pengumpulan informasi dapat dilakukan melalui data sekunder, catatan sejarah, wawancara, dan data survei.
  • Pemetaan resiko (risk mapping): Metode yang digunakan untuk memahami konteks kerentanan, menggambarkan persepsi risiko pada tingkat yang berbeda, memeriksa tingkat kerentanan  dari yang paling rentan dan mengalami risiko ganda, kerentanan sebagai akibat dari perubahan kebijakan,  membantu memetakan resiko dengan mengidentifikasi variasi dari beberapa kerentanan yang berdampak paling parah pada masyarakat.
  • Indeks Resiko: Sebuah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan memformulasikan sumber risiko serta untuk menguji perbedaan persepsi risiko.
  • Kalender Musim: Sebuah metode visual yang menunjukkan distribusi musim dengan fenomena yang berbeda-beda menyangkut kegiatan ekonomi masyarakat, sumber daya, produksi, penyakit menular, wabah, migrasi, peristiwa alam, dan iklim dari waktu ke waktu. Berguna untuk memahami hubungan antara fenomena musiman dengan strategi mata pencaharian masyarakat.
  • Kalender 24 Jam: Sebuah metode visual yang menunjukkan cara orang mengalokasikan waktu dan kegiatan yang berbeda selama periode 24-jam. Mengenal dampak perubahan kebijakan terhadap jadwal harian, beban kerja, dan penggunaan waktu. Mengungkapkan perbedaan dalam jadwal dan beban kerja antara individu dari kelompok sosial yang berbeda dan pada waktu yang berbeda. Cara ini dapat digunakan untuk melihat dampak sosial misalnya di bidang kesehatan dan pendidikan terhadap beban kerja.
  • Putaran Aset: Sebuah metode visual yang menunjukkan hubungan aset dan sumber daya. Metode ini bermanfaat untuk memahami perbedaan aset kelompok sosial yang berbeda; dasar pendirian asset yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi strategi mata pencaharian, diversifikasi dan peluang usaha, kendala kepemilikan aset; dan memeriksa potensi dampak perubahan kebijakan pada aset basis individu atau kelompok sosial yang berbeda.
  • Matrik Mata Pencaharian: Sebuah metode menyelidiki pilihan mata pencaharian yang lebih disukai dan diprioritaskan dari sub kelompok populasi terhadap kriteria yang ditentukan. Memberikan kontribusi terhadap pemahaman tentang kemungkinan dampak dari penerapa kebijakan pada pilihan mata pencaharian dan preferensi kelompok.
  • Matrik Hak: Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi hubungan yang mungkin antara kapasitas masyarakat dan sumber daya menurut hak dalam menghadapi resiko dan kerentanan, serta dampak potensial dari kebijakan terhadap pengakuan hak.
  • Digram Alir: Sebuah metode yang menggambarkan hubungan sebab akibat, dan hubungan antara variabel atau subvariabel yang terkait dengan perubahan kebijakan, kerentanan, resiko dan perubahan sosial. Jejak perbedaan dalam hubungan sebab-akibat oleh kelompok sosial yang berbeda. Mengungkapkan hubungan antara ekonomi, faktor politik, sosial, dan lingkungan.
  • Pemetaan kelembagaan/diagram Venn: Sebuah metode visual untuk mengidentifikasi dan mewakili persepsi lembaga kunci (formal dan informal) dari individu atau kelompok primer, sekunder atau diluar masyarakat serta kekuatan hubungan dan kepentingan mereka. Memungkinkan memahami bagaimana anggota masyarakat yang berbeda berinteraksi dan saling mempengaruhi dalam pengambilan keputusan, aksesibilitas, dan jasa.
  • Pemetaan Persepsi Kelembagaan: Sebuah metode visual mengidentifikasi dan mewakili persepsi lembaga kunci (formal dan informal) dan individu di dalam dan di luar masyarakat serta hubungan mereka dan penting bagi kelompok sosial yang berbeda. Baik untuk memahami situasi hubungan sosial yang menjadi jembatan dalam perubahan kebijakan.
  • Peta Mobilitas: Mengidentifikasi isu dan masalah yang terkait dengan pergerakan sosial yang dibedakan atas akses ke sumber daya, seperti layanan lahan, air, kesehatan dan pendidikan, informasi, modal, pengambilan keputusan dan konsekuensi. Menggambarkan tingkat mobilitas sosial yang dibedakan menurut kelompok sosial tertentu, rumah tangga, dan mata pencaharian.
Daftar Pustaka:
  1. Commonwealth of Australia (2008) Risk Assessment And Management: Leading Practice Sustainable Development Program For The Mining Industry, Canbera. Department of Resource Energy and Tourism.
  2. International Finance Corporation’s (2006) Performance Standards on Social & Environmental Sustainability.
  3. Kytle Beth & Rugie Gerar John (2005) Corporative Social Responsibility as Risk Management: A Model for Multinationals. Working Paper No. 10. Cambridge. Harvard University.
  4. Poverty Reduction Group and Social Development Department (2003) A User’s Guide to Poverty and Social Impact Analysis. Washington D.C. The World Bank.

Entri yang Diunggulkan

Antropologi dan Kekerasan Kolonial di Tanah Papua

Doc T anah Papua (meliputi Provinsi Papua dan Papua Barat) telah digambarkan sebagai “sebuah surga di bumi bagi penelitian antro...